Selamat datang di Settiablog

Saturday, January 14, 2012

Cerita Sejarah Bencana Banjir di Parengan 1994

-->
                April 1994, Kala itu  pagi sangat cerah sehingga Matahari tak ragu menyinari cahayanya. Burungpun berkicau berterbangan bak keluar dari sangkar. Pagi terasa segar namun, kesegaran itu terusik dengan kabar yang diumumkan oleh Bapak Aparat Desa tentang ketinggian air sungai bengawan Solo semakin meningkat. Sementara tanggul desa Parengan sudah tidak akan bisa lagi bertahan. Mendengar berita tersebut masyarakat Desa berduyun-duyun menuju tanggul tepi bengawan Solo yang dianggap paling rawan, untuk bekerja bakti meninggikan tanggul.
                Dengan penuh semangat semua warga membawa peralatan yang dibutuhkan. Dan tak sedikit yang membawa karung/sak guna diisi dengan tanah/pasir. Semua warga saling bergotong royong bahu-membahu untuk mempertahankan tanggul agar air bengawan Solo tidak terus meluber. Tak sedikit juga warga penduduk desa tetangga atau desa lain ikut membantu bergotong royong dengan meninggikan tanggul.
                Waktu terus bergulir, detik ke menit, menitpun berganti dengan jam, matahari bergeser terus hingga terik matahari sangat menyengat, tenaga masyarakat pun tampak amat terasa lelah dan letih. Hingga menjelang sore pun debit air Bengawan Solo terus semakin meninggi. Akhirnya tepat jam 3 sore hari Senin tanggal 28 April 1994 tanggul barat Desa Parengan RT 4 yang sudah sejak pagi dengan susah payah masyarakat perjuangkan untuk tidak jebol, akhirnya amblas bersama gerumuh derasnya air sungai Bengawan Solo mengisi Desa yang berada di kecamatan Maduran tersebut.
                Suasana semakin mencekam. Masyarakat semakin panik dan bingung akan mau kemana. Telinga terasa terngiang-ngiang pemberitahuan aparat Desa yang semakin membuat hati was-was. dengan hati yang carut marut, semua warga berlarian menyelamatkan diri dan barang berharga. Masyarakat pun berbondong-bondong pergi ke tanggul Pemerintah (tanggul belakang) karena tanggul tersebut di anggap aman.
                Banjir menenggelamkan semuanya, rumah penduduk, tempat ibadah (masjid), balai Desa, Balai Pengobatan (BP), sarana pendidikan (sekolah dan pondok pesantren). Bahkan jalan raya satu-satunya jalur transportasi menghubungkan kecamatan Laren pun tak bisa dilalui. Perekonomian desa Parengan menjadi macet total sehingga Masyarakat hanya bisa meratapi nasib mereka. Bahkan anak-anak sekolah harus mengikuti Akhir Nasional dengan kondisi yang memprihatinkan. Tak ada air bersih untuk kebutuhan sehari-hari, untuk mandi, untuk masak dan MKCK berbaur menjadi satu.
                 Akhirnya waktu terus berjalan. Sehingga Tuhan memberikan cahayanya bagi warga. Sekitar satu bulan lebih air bengawan Solo menghiasi seluruh Wilayah Desa Parengan, akhirnya debet air semakin menurun. para warga pun mulai bangkit lagi dengan kondisi seadanya. Mereka tak akan larut dalam kesedihan. Bencana yang baru saja mereka alami tersebut akan menjadi memori buruk yang mereka alami. Sehingga mereka berharap bencana banjir yang terjadi pada 1994 tidak akan terjadi untuk kedua kalinya.