Tim juga menggali sekitar yoni dan sekitar struktur candi dari temuan di permukaan tanah. Luas tampak sekarang sementara dari pusat sumuran milik 4,5 meter sampai batas temuan terakhir, bila ditarik ke empat mata angin secara simetris luasnya sekitar 10 meter kali 10 meter.
Tim mencari indikasi tangga untuk menentukan apakah candi menghadap Timur atau Barat. Galian diperluas tidak saja untuk menemukan bangunan utama, tetapi juga untuk menentukan pagar. Dan diperkirakan candi peninggalan Hindu abad 11-16 Masehi. Ada dua yoni yakni yang berhubungan struktur candi terbuat dari batu kumbung. Sedangkan yang di sisi selatan candi dari batu andesit. Hal itu merupakam dugaan sementara tempat itu dikeramatkan dulu dan menjadi tempat peribadatan atau pemujaan.
Penempatan yoni bau diduga karena bangunan utama tertimbun lumpur banjir luapan Bengawan Solo. Namun temuan lingga yoni menunjukkan ingatan kolektif masyarakat sebagai simbol permintaan kesuburan. Hal itu diperkuat dengan peta zaman Belanda di utara Bengawan Solo atau dikenal Rawa Jabung relatif subur, dan menjadi basis pertanian atau agraris sejak dulu.
Bangunan candi terbuat dari paduan batu kali, bata merah, dan bata kumbung. Bangunan tergantung kontur tanah kadang ada yang dipadu dengan batu andesit dan limeston. Diduga candi di Siser tidak ke atas terus strukturnya, bagian atas dibuat cungkup. Bila candi menghadap timur berarti untuk pemujaan, bila ke barat berarti untuk pendharmaan atau hormati seseorang. Candi tersebut diperkirakan ada menjelang munculnya Majapahit, tinggal pembabakannya saja.
Supriyo dari Lembaga Studi dan Advokasi Pembaruan Sosial dan Koordinator Cakra Budaya Lamongan, menyebutkan, hingga saat ini di Lamongan tercatat ada 44 prasasti dan lima candi yang ditemukan. Struktur candi yang ditemukan yakni di Bowocangkring Kecamatan Bluluk, Pataan (Sambeng), Siser (Laren), Lukrejo (Sukodadi), petirtaan di Sukodadi. Selain itu ditemukan fajra atau genta di Plosowayu (Lamongan). Khusus temuan candi di Siser, bermula saat ada alat bajak membentur benda keras di sawah tanah kas desa. Sawah itu selama 22 tahun dikelola Kepala Dusun Siser, Warsian. Saat ia kecil di lokasi itu ada arca, tetapi dicuri orang.
Menurut Supriyo, temuan di Siser menunjukkan wilayah sumber pangan dan peran vital Bengawan Solo. Saat itu ada naditira pradesa (daerah punya otonomi mengelola tambangan penyeberangan). Bahkan ada 10 tambangan yang masih berfungsi hingga kini. Tambangan itu diantaranya di Widang- Babat, Kendal Pasiwuran (kini Siwuran), Wareng (kini Parengan), Parijek (kini Prijek), Blawi Sambo, Lowayu (Dukun Kabupaten Gresik). "Dulu sungai menjadi sarana transportasi andalan. Daerah sekitar sungai jadi basis sumber pangan," kata Supriyo.