Nama
Lamongan berasal dari nama seorang tokoh pada masa silam. Pada zaman dulu, ada seorang
pemuda bernama Hadi, karena mendapatkan pangkat rangga, maka ia disebut anggahadi.
Ranggahadi kemudian bernama Mbah Lamong, yaitu sebutan yang diberikan oleh rakyat
daerah ini. Karena Ranggahadi pandai Ngemong Rakyat, pandai membina daerah dan
mahir enyebarkan ajaran agama islam serta dicintai oleh seluruh rakyatnya, dari
asal kata Mbah Lamong inilah kawasan ini lalu disebut Lamongan.
Adapun
yang menobatkan Tumenggung Surajaya menjadi Adipati Lamongan yang pertama, idak lain
adalah Kanjeng Sunan Giri IV yang bergelar Sunan Prapen. Wisuda tersebut
bertepatan dengan hari pasamuan agung yang diselenggarakan di Puri Kasunanan
Giri di Gresik, yang dihadiri oleh para pembesar yang sudah masuk agama Islam
dan para Sentana Agung Kasunanan Giri. Pelaksanaan Pasamuan Agung tersebut
bertepatan dengan peringatan Hari Besar Islam yaitu Idhul Adha tanggal 10
Dzulhijjah.
Berbeda
dengan daerah-daerah Kabupaten lain khususnya di Jawa Timur yang kebanyakan
mengambil sumber dari sesuatu prasasti, atau dari suatu Candi dan dari
peninggalan sejarah yang lain, tetapi hari lahir lamongan mengambil sumber dari
buku wasiat. Silsilah Kanjeng Sunan Giri yang ditulis tangan dalam huruf Jawa
Kuno/Lama yang disimpan oleh Juru Kunci Makam Giri di Gresik. Almarhum Bapak
Muhammad Baddawi di dalam buku tersebut ditulis, bahwa diwisudanya Tumenggung
Surajaya menjadi Adipati Lamongan dilakukan dalam pasamuan agung di Tahun 976
H. Yang ditulis dalam buku wasiat tersebut memang hanya tahunnya saja,
sedangkan tanggal, hari dan bulannya tidak dituliskan.
Oleh
karena itu, maka Panitia Khusus Penggali Hari Jadi Lamongan mencari pembuktian
sebagai dasar yang kuat guna mencari dan menetapkan tanggal, hari dan bulannya.
Setelah Panitia menelusuri buku sejarah, terutama yang bersangkutan dengan
Kasunanan Giri, serta Sejarah para wali dan adat istiadat di waktu itu,
akhirnya Panitia menemukan bukti, bahwa adat atau tradisi kuno yang berlaku di
zaman Kasunanan Giri dan Kerajaan Islam di Jawa waktu itu, selalu melaksanakan
pasamuan agung yang utama dengan memanggil menghadap para Adipati, Tumenggung
serta para pembesar lainnya yang sudah memeluk agama Islam. Pasamuan Agung
tersebut dilaksanakan bersamaan dengan Hari Peringatan Islam tanggal 10
Dzulhijjah yang disebut Garebeg Besar atau Idhul Adha.
Berdasarkan
adat yang berlaku pada saat itu, maka Panitia menetapkan wisuda Tumenggung
Surajaya menjadi Adipati Lamongan yang pertama dilakukan dalam pasamuan agung
Garebeg Besar pada tanggal 10 Dzulhijjah Tahun 976 Hijriyah. Selanjutnya
Panitia menelusuri jalannya tarikh hijriyah dipadukan dengan jalannya tarikh
masehi, dengan berpedoman tanggal 1 Muharam Tahun 1 Hijriyah jatuh pada tanggal
16 Juni 622 Masehi, akhirnya Panitia Menemukan bahwa tanggal 10 Dzulhijjah 976
H., itu jatuh pada Hari Kamis Pahing tanggal 26 Mei 1569 M.
Dengan
demikian jelas bahwa perkembangan daerah Lamongan sampai akhirnya menjadi
wilayah Kabupaten Lamongan, sepenuhnya berlangsung di zaman keislaman dengan
Kasultanan Pajang sebagai pusat pemerintahan. Tetapi yang bertindak
meningkatkan Kranggan Lamongan menjadi Kabupaten Lamongan serta yang
mengangkat/mewisuda Surajaya menjadi Adipati Lamongan yang pertama bukanlah
Sultan Pajang, melainkan Kanjeng Sunan Giri IV. Hal itu disebabkan Kanjeng
Sunan Giri prihatin terhadap Kasultanan Pajang yang selalu resah dan situasi
pemerintahan yang kurang mantap. Disamping itu Kanjeng Sunan Giri juga merasa
prihatin dengan adanya ancaman dan ulah para pedagang asing dari Eropa yaitu
orang Portugis yang ingin menguasai Nusantara khususnya Pulau Jawa.
Tumenggung
Surajaya adalah Hadi yang berasal dari dusun Cancing yang sekarang termasuk
wilayah Desa Sendangrejo Kecamatan Ngimbang Kabupaten Lamongan. Sejak masih
muda Hadi sudah nyuwito di Kasunanan Giri dan menjadi seorang santri yang
dikasihi oleh Kanjeng Sunan Giri karena sifatnya yang baik, pemuda yang
trampil, cakap dan cepat menguasai ajaran agama Islam serta seluk beluk
pemerintahan. Disebabkan pertimbangan itu akhirnya Sunan Giri menunjuk Hadi
untuk melaksanakan perintah menyebarkan Agama Islam dan sekaligus mengatur
pemerintahan dan kehidupan Rakyat di Kawasan yang terletak di sebelah barat
Kasunanan Giri yang bernama Kenduruan. Untuk melaksanakan tugas berat tersebut
Sunan Giri memberikan Pangkat Rangga kepada Hadi.
Ringkasnya
sejarah, Rangga Hadi dengan segenap pengikutnya dengan naik perahu melalui Kali
Lamong, akhirnya dapat menemukan tempat yang bernama Kenduruan itu. Adapu
kawasan yang disebut Kenduruan tersebut sampai sekarang masih ada dan tetap
bernama Kenduruan, berstatus Kampung di Kelurahan Sidokumpul wilayah Kecamatan
Lamongan.